BY : SUNARYO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama
adalah pengalaman dan penghayatan dunia dalam seseorang tentang ke-Tuhanan disertai
keimanan dan peribadatan. Pengalaman dan penghayatan itu merangsang dan
mendorong individu terhadap hakikat pengalaman kesucian, penghayatan terhadap
ke-Tuhanan atau sesuatu yang dirasakannya supernatural dan diluar batas
jangkauan dan kekuatan manusia. Pengalaman ini bersifat subjektif yang sukar
diterangkan kepasa orang lain. Keimanan akan timbul menyertai penghayatan
ke-Tuhanan, sedsangkan peribadatan, yakni sikap dan tingkah laku keagamaan merupakan
efek dari adannya penghayatan ke-Tuhanan dan keimanan. Agama bukan hanya berisi
kepercayaan saja, tapi agama adalah keimanan yang mengharuskan tindakan dalam
menjalani kehidupan.
Masa puber adalah masa yang yang unik
dan khusus yang ditandai oleh berbagai ciri tersendiri dari perubahan
perkembangan yan tidak muncul pada tahap-tahap lainnya. Perlu waktu sekitar
tiga tahun bagi anak perempuan untuk menjadi matang secara seksual dan dua
sampai empat tahun bagi anak laki-laki. Pada anak laki-laki, diperlukan sekitar
satu sampai dua tahun untuk perubahan awal dari keadaan aseksual menjadi
seksual, tahap pra puber, dan diperlukan satu sampai dua tahun untuk
menyelaesaikan perubahan setelah matangnya organ-organ seks.
Charlote Buhler menyebut masa puber sebagai
fase negatif karena periode ini berlangsung singkat dan terjadi sifat-sifat
negatif yang belum terlihat dalam masa kanak-kanak.pendapat itu dapat
dibuktikan sebab sikap dan perilaku negatif memang menjadi ciri awal masa
remaja dan akan berahkir jika individu sudah matang secara seksual. Bukti
lainya adalah perilaku khas dari fase negatif masa remaja pada anak perempuan
memang lebih menonjoldari pada anak laki-laki.
Ada yang berpendapat bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja,
tiada yang berbeda dengan kelompok manusia yang lain. Ada yang berpendapat
bahawa remaja adalah kelompok orang yang menyusahkan orang-orang tua. Ada pula
yang berpendapat bahwa remaja merupakan potensi manusia yang perlu
dimanfaatkan. Akan tetapi manakala remaja dimintai persepsinya, mereka akan
berpendapat lain. Mereka berbicara ketidak acuhan atau ketidak pedulian
orang-orang dewasa terhadap kelompok mereka. Mereka juga berpersepsi bahwa
kelompoknya adalah kelompok minoritas yang memiliki dunia sendiri yang sulit
dijamah oleh orang tua. Ada juga yang berpersepsi bahwa kelompoknya adalah
kelompok yan bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa dan negara.
Luasnya
pengaruh perubahan fisik masa remaja juga berpengaruh pada sikap dan tingkah
lakunya. Realita menunjukan bahwa perubahan sikap dan tingkah lakunya. Realita
menujukan bahwa perubahan sikap dan tingkah lakunya saat itu lebih merupakan
akibat dari perubahan sosial dari pada akibat perubahan kelenjar yang
berpengaruh pada keseimbangan tubuh. Bila orangtua, kakak-adik, guru-guru, dan
teman-teman kurang memberikan pengertian dan simpati pada anak remaja yang
harapan-harapan sosialnya begitu besar, akibat psikologis yang ditimbulkan oleh
perubahan-perubahan fisik itu semakin besar.
Sering kali
anak remaja kontradiksi dengan orang-orang disekitarnya, seperti enggan bekerja
sama, membantah dan menentang. Antara dua jenis seks yang berlainan sering
terjadi permusuhan terang-teranganyang di aplikasikan dalam bentuk kritikdan
komentar yang menjatuhkan. Akan tetapi dia akan kembali menjadi lebih ramah,
lebih bekerja sama, dan lebih sabar menghadapi orang lain seiring dengan
perkembangan masa remaja. Penyimpangan saat proses kematangan seksual termasuk
salah satu bahaya psikologis masa remaja yang paling serius. Seperti halnya tahun-tahun
ahkir masa kanak-kanak, sulit bagi anak remaja untuk menerima hal-hal yang
membuatnya berbeda dan mengakibatkanya merasa rendah diri. Thomas berpendapat
”Anak ini tidak saja bebeda dari teman-temanya sehingga mudah diasingkan,
tetapi dia juga mengalami kesulitan dalam kegiatan akademik, sosial dan fisik
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kemampuanya yang unik. Pengalaman
ini hanya akan semakin memperbesar
perasaan berbeda”.
Meskipun
setiap periode memiliki masalah sendiri, masalah masa remaja termasuk masalah
yang sulit diatasi, baik oleh anak-laki-laki maupun anak perempuan. Alasanya,
sebagian masalah yang terjadi selama masa anak-anak diselesaikan orangtua dan
guru-guru, sehingga mayoritas remaja tidak berpengalaman dalam mengatasinya.
Sebagian remaja sudah merasa mandiri sehingga menolak bantuan orang tua dan
guru-guru. Dia ingin mengatasi masalahnya sendiri.
B. Rumusan Masalah
- Pengertian Remaja
- Minat Pada Remaja
- Lemahnya Kesadaran Beragama
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Remaja
Remaja berasal dari
bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa
(Hurlock, 1991:206). Sedangkan Piaget dalam Hurlock (1991:206) menyatakan
secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkatan
orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama,
sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Dalam Monk,s (1991, dalam Sugeng Hariyadi, 1999:6) menegaskan bahwa
remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak,
tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau orang tua. Remaja ada
diantara anak dan orang dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dalam periode
anak-anak ke periode dewasa (Irwanto, 1991:46).
Sedangkan WHO (dalam Sunarto, 2002:54, dikutip dari Muangman dalam
sarlito, 1991:9) memberikan batasan remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan
perkembangan dimana:
a)
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan sosial.
b)
Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
c)
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada
keadaan yang relatif lebih mandiri.
Batasan usia remaja sangat bervariasi. Hurlock (1964) dalam
Sunarto (2002:57) memberikan batas rentang usia remaja antara 13-21 tahuan,
yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu usia remaja awal 13-17 tahun, dan usia
remaja akhir 17-21 tahun. Sedangkan Bigot, Kohnstam dan Palland mengemukakan
bahwa masa remaja rentang antara usia 18-21 tahun, sedangkan WHO menetapkan
batasan usia 19-20 tahun sebagai masa remaja. WHO menyatakan bahwa usia
tersebut berdasarkan usia kesuburan (fertilitas)
pada wanita, batasan terbut juga berlaku untuk remaja pria. WHO membagi 2
bagian usia remaja awal 10-14 tahun, dan remaja akhir 15-20 tahun.
Banyak hal yang terjadi selama rentang masa remaja, baik ketika masa
awal, yaitu kematangan secara seksual dan masa ahkir saat mencapai usia matang
secara hukum. Seperti perubahan tingkah laku, sikap dan nilai-nilai yang tidak
hanya mengindikasikan perubahan yang lebih cepat pada awal masa remaja dari
pada tahapahkir masa remaja, tetapi juga mengindikasikan tingkah laku sikap dan
nilai-nilai pada awal masa remaja. Atasa dasar itulah, munculnya pembagian
secara umum. Awal masa remaja dan ahkir masa remaja merupakan alternatif yang
dianggap mudah untuk menentukan dan memahami apa saja yang terjadi pada masa
itu.
Sebagai contoh pada usia 17 tahun yang menjadi garis pemisah antara awal
masa dan ahkir masa remaja, saat remaja duduk di bangku sekolah menengahtingkat
atas, orang tua menganggap hampir dewasa dan menjelang masuk kedunia kerja
orang dewasa, melanjutkan ke perguruan
tinggi, atau menerima pelatihan kerja tertentu. Pada usia itu, remaja juga
disadarkan olehstatus di sekolah, perannya dirumah dan masyarakat, yang
membutnya belajar bertanggung jawab sehingga memotivasinya menjadi lebih
matang.
B. Minat Pada Remaja
Hurlock mencatat bahwa tidak ada minat remaja yang bersifat universal,
karena minat remaja bergantung pada seks, intelegensi, lingkungan terapan dia
hidup, kesempatan untuk mengembangkan minat, minat teman-teman sebaya. Status
dalam kelompok sosial, kemampuan bawaan, minat keluarga dan faktor lainya.
Sepanjang masa remaja, minat yang dibawa dari masa kanak-kanak cenderung
berkurang dan diganti oleh minat yang lebih matang. Hal ini karena remaja ahkir
memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan waktu yang dimilikinya untuk
dirinya sendiri pun berkurang sehingga harus membatasi minatnya, terutama di
bidang hiburan.
Sikap dan
minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal
ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang
mempengaruhinya. Howard Bell dan Ros berdasarkan penelitiannya terhadap 13.000
remaja di Maryland terungkap hasil sebagai berikut :
a)
Remaja yang taat (kegereja secara teratur 45%)
b)
Remaja yang sesekali dan tidak sama sekali 35%
c)
Minat terhadap ekonomi, keuangan, materil, dan sukse
pribadi 73%
d)
Minat terhadap maslah ideal, keagamaan dan social 21%
Pandangan para remaja terhadap agama, ibadah dan masalah
doa sebagaiman yang telah dikumpulkan oleh ross dan Oskar Kupky menunjukan :
a)
148 sisw dinyatakan bahwa 20 diantaranya tidak
memilkipengalaman terhadap agama sedangkan sisanya 128 mempunyai pengalam
keagamaan yang 68 diantaranya secara
alami (tidak melalui pengajaran secara resmi)
b)
31 orang diantara yang mendapat pengalaman keagamaan
melalui proses Alami itu mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap
keajaiban yang menabjukan dibalik
keindahan alam yang mereka nikmati.
Pandanga
mereka tentang ibadah atau sembahyang siungkapkan sebagai berikut :
a)
42% tak pernah mengerjkan ibadah sama sekali
b)
33% mengatakan mereka sembahyang dan yakin terhadap tuhan
dan akan mengabulkan doa mereka
c)
27% beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka
meredakan kesusahan yang mereka derita
d)
18% mengatakan bahwa sembahyang menyebabkan mereka
menjadi senang sesudah menuikannya.
e)
11% mengatakan bahwa sembahyang mengingatkan tanggung
jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat.
f)
4% mengatakan sembahyang merupakan kebiasaaan yang
mengandung arti yang penting.
Jadi hanya
17% yang mengatkan bahwa sembahyang itu bermanfaat untuk berkomuniksai dengan
tuhan, sedangkan hanya 26% menganggap sembahyang sebagai media untuk meditasi.
Selain itu, mayoritas remaja memperoleh nilai yang berbeda dan yang lebih
matang. Hal ini tampak dalam berahlihnya
penekanan pada minat yang berbeda. Minat yang pada awal masa remaja dianggap
sangat penting, seperti minat pada pakaian dan penampilan, pada masa remaja
ahkir menjadi kurang penting, sebab mereka lebih berminat pada masalah karier.
Pengalaman juga membantu mereka untuk menilai minatnya secara lebih kritis dan
mengetahui mana yang benar-benar penting. Penilaian kritis ini menjadikan
remaja yang lebih besar memiliki minat yang stabil dan menghantarkanya pada
gerbang kedewasaan. Terdapat banyak minat remaja, tetapi ada minat-minat yang
bersifat umum, seperti minat rekreasi, minat sosial, minat pribadi, minat
terhadap pendidikan, minat terhadap pekerjaan, minat terhadap agama dan minat
terhadap hal simbolik.
Minat yang terkuat adalah minat pada diri sendiri. Alasanya mereka
menyadari bahwa dukungan sosial sangat dipengaruhi oleh penampilan dan kesadaran
bahwa kelompok sosial menilai dirinya berdasarkan benda-benda yang dimiliki,
kemandirian, sekolah, keanggotaan sosial dan banyaknya uang yang dibelanjakan.
Semuanya dianggap sebagai simbol-simbol yang bisa menjadikan wibawa remaja
terangkat diantara teman-teman sebayanya dan besarnya kesempatan untuk meraih
dukungan sosial yang lebih besar dari mereka.
C. Lemahnya Kesadaran
Beragama
Pengertian kesadaran beragama dalam makalah ini meliputi rasa keagamaan,
pengalaman Buddha Dhamma, keimanan,
sikap dan tingkah laku keagamaan, yang terorganisasi dalam sistem mental dari
kepribadiaan. Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa-raga manusia, maka
kesadaran beragama pun mencangkup aspek-aspek afektif, konatif, kognitif dan
motorik. Keterlibatan fungsi afektif dan konatif terlihat di dalam pengalaman
ke-Tuhanan, rasa keagamaan dan kerinduan kepada Tuhan. Aspek kognitif nampak
dalam keimanan dan kepercayaan. Sedangkan keterlibatan fungsi motorik nampak
dalam perbuatan dan gerakan tingkah laku keagamaan. Dalam kehidupan
sehari-hari, aspek-aspek tersebut sukar dipisah-pisahkan karena merupakan suatu
sistem kesadararan beragama yang utuh dalam kepribadiaan seseorang.
Penggambaran tentang kemantapan kesadaran beragama tidak dapat terlepas
kriteria kematangan kepribadian. Kesadaran beragama yang mantap hanya tedapat
pada orang yang memiliki kepribadian yang matang. Akan tetapi kepribadian yang
matang belum tentu disartai kesadaran beragama yang mantap. Seseorang yang
tidak beragama (atheis) mungkin saja
memiliki kepribadian yang matang walaupun ia tidak memiliki kesadaran beragama.
Sebaliknya sukar untuk dibayangkan adannya kesadaran beragama yang mantap pada
kepribadian yang belum matang. Kemantapan kesadaran beragama merupakan
dinamisator, warna, dan corak serta memperkarya kepribadian seseorang.
Kepribadian yang menyakut salah
tafsir dan jenis kelamin, bagi seorang yang mempunyai kepribadian introvert, maka kegagalan dalam
mendapatkan pertolongan tuhan akan menyebabkan salah tafsir akan sifat tuhan
yang maha asih dan penyayang. Perbedaan jenis kelamin dan kematangan merupakan
pula factor yang menentuhkan dalam keraguan agama. Wanita yang lebih matang
dalam perkembangn nya lebih cepat menunjukan keraguan keraguan dari pad remaja
pria, tetapai sebaliknya dalam kualitas dan kuantitas keraguan remaja putriu
lebih kecil jumlahnya, disamping itu keraguan wanita bersifat alami dan pria
bersifat intelek.
Selaras dengan jiwa remaja yang berada dalam transisi dari masa anak-anak
menuju kedewasaan, maka kesadaran beragama pada masa remaja berada dalam
keadaan peralihan dari kehidupan beragama anak-anak menuju kemantapan beragama.
Disamping keadaanya jiwanya yang labil dan mengalami kegoncangan, daya
pemikiran yang abstrak, logik dan kritik mulai berkembang. Emosinya semakin
berkembang, motivasinya mulai otonom dan tidak dikendalikan oleh dorongan
biologis semata.
Keadaan jiwa remaja yang demikian itu nampak pula dalam dalam kehidupan
agama yang mudah goyah, timbul kebimbangan, kerisauaan dan konflik batin. Di
samping itu remaja mulai menemukan pengalaman dan penghayatan yang bersifat
indiividual dan sukar digambarkan kepada orang lain seperti dalam pertobatan.
Kepercayaannya mulai otonom, hubungannya dengan tuhan makin disertai kesadaran
dan kegiatannya dalam bermasyarakat makin diwaranai oleh rasa keagamaan.
Perpecahan dan kegoncangan kepribadian yang dialami remaja terlihat pula
dala lapangan peribadatan. Ibadahnnya secara berganti-ganti ditentukan oleh
sikap terhadap dunia dalam dirinya sendiri. Keseimbangan jasmaniah yang
terganggu menyebabkan ketidaktenagan pada
diri remaja. Ia serin tidak tahu sendiri, apa kemauannya. Kalau hari ini ia
ingin kebaktian dengan hikmah, besoknya ia tidak kebaktian lagi. Tetapi dapat
pula remaja menjadi orang yang menghindari peribadatan. Ia menolak pengikatan
norma-norma agama, menolak keharusan-keharusan agama, malahan ingin mencoba
melanggar larangan agama.
Jadi sering terlihat kesibukan beribadah yang berlebihan yang mudah
berubah menjadi sikap acuh tak acuh terhadap ibadah. Di samping keinginan yang
kuat untuk beribadah, terlihat pula keinginan yang besar untuk mengalami
bermacam-macam hal, termasuk pengalaman keagamaan. Dalam sistem mental
kesadaran beragama tercangkup pula kesadaran akan noram-norma agama.
Norma-norma yang sampai saat sekian jauh ini diambil alih tanpa kritik dari
orang dewasa mulai diragukan, sedsangkan norma-norma baru belum terbentuk.
Hal ini dapat menimbulakan disorientasi norma dan menimbulkan usaha
penghayatan terhadap norma-norma agama. Ia berusaha mencari-cari pegangan baru
yang lebih mendasar dan lebih mantap. Nilai-nilai pribadi dan hati nuraninya
mengalami pembaruan, restrukturalisasi dan pematangan. Walaupun moral dan agama
tidaklah identik, tapi keduanya berhubungan erat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Tingkat keyakinan dan ketaatan
beragama para remaja, sebenarnya banyak tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan
dan konflik yang terjadi didalam diri , usia remaja memang dikenal sebagai usia
rawan, remaja memilki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, secara fisik remaja yang mengalami pertumbuhan pesat, dan
sudah menyamai fisikorabg dewasa namun pesatnya pertumbuhan fisik itu belum di
imbangi secara setara oleh perkembangan psikologi. Setidaknya bimbingan agama
bagi para remaja perlu dirumuskandengan berorientasi pada pendekatan psikologis
perkembangan yang serasi dengan karakteristik yang dimilki oleh remaja, dengan
demikian nilairemaja tidak hanya lagi pada terbatas pada informasi ajaran yang
bersifat normative dan hitam putih,
ajaran agam tidk hanya menampilkan dosa dan pahala, atau sorga dan neraka,
apupun sikap dan ganjaran.
B. Saran
Memberikan
pengertian dan bimbingan kepada remaja akan pentingnya agama dengan cara
memberi kepercayaan para remaja dalam kegiatan keagamaan seperti halnya remaja
di beri kepercayaan dalam ikut serta menjadi pemimpin dalam puja bakti di
vihara masing-masing dan juga di ikut sertakan dalam kegiatan memperingati
hari-hari besar keagamaan, yang sifatnya menuntut tanggung jawab bagi remaja, sehingga
dengan rasa tanggung jawab yang di berikan remaja akan senang dalam
menjalaninya.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin, 2001. Psikologi
Agama. PT Raja Grafindo Jakarta: jakarta.
L. Zulkifli,
2005. Psikologi Pekembangan. PT
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Aziz Ahyadi, Abdul, 2005. Psikologi Agama. Sinar Baru Algensindo Offset, Bandung.
Al-Mighwar, Muhamad, 2006. Psikologi Remaja. CV Pustaka Setiya, Bandung.
Muhhamad AL-Mighwar,M.Ag. 2006. Psikologi remaja. PT. Pustaka, Bandung.
Blog yang bagus... semoga terus berkembang...
BalasHapusSaya ingin berbagi article tentang Tokyo di Kuil Asakusa di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/04/tokyo-di-kuil-asakusa_4.html
Lihat juga video di youtube https://youtu.be/d6--zCYR8fY