Senin, 09 Juli 2012

FAKTOR-FAKTOR REMAJA BUDDHIS LEMAH TERHADAP NILAI BUDDHA DHAMMA


BY : SUNARYO


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama adalah pengalaman dan penghayatan dunia dalam seseorang tentang ke-Tuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Pengalaman dan penghayatan itu merangsang dan mendorong individu terhadap hakikat pengalaman kesucian, penghayatan terhadap ke-Tuhanan atau sesuatu yang dirasakannya supernatural dan diluar batas jangkauan dan kekuatan manusia. Pengalaman ini bersifat subjektif yang sukar diterangkan kepasa orang lain. Keimanan akan timbul menyertai penghayatan ke-Tuhanan, sedsangkan peribadatan, yakni sikap dan tingkah laku keagamaan merupakan efek dari adannya penghayatan ke-Tuhanan dan keimanan. Agama bukan hanya berisi kepercayaan saja, tapi agama adalah keimanan yang mengharuskan tindakan dalam menjalani kehidupan.
Masa puber adalah masa yang yang unik dan khusus yang ditandai oleh berbagai ciri tersendiri dari perubahan perkembangan yan tidak muncul pada tahap-tahap lainnya. Perlu waktu sekitar tiga tahun bagi anak perempuan untuk menjadi matang secara seksual dan dua sampai empat tahun bagi anak laki-laki. Pada anak laki-laki, diperlukan sekitar satu sampai dua tahun untuk perubahan awal dari keadaan aseksual menjadi seksual, tahap pra puber, dan diperlukan satu sampai dua tahun untuk menyelaesaikan perubahan setelah matangnya organ-organ seks.
Charlote Buhler menyebut masa puber sebagai fase negatif karena periode ini berlangsung singkat dan terjadi sifat-sifat negatif yang belum terlihat dalam masa kanak-kanak.pendapat itu dapat dibuktikan sebab sikap dan perilaku negatif memang menjadi ciri awal masa remaja dan akan berahkir jika individu sudah matang secara seksual. Bukti lainya adalah perilaku khas dari fase negatif masa remaja pada anak perempuan memang lebih menonjoldari pada anak laki-laki.
Ada yang berpendapat bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tiada yang berbeda dengan kelompok manusia yang lain. Ada yang berpendapat bahawa remaja adalah kelompok orang yang menyusahkan orang-orang tua. Ada pula yang berpendapat bahwa remaja merupakan potensi manusia yang perlu dimanfaatkan. Akan tetapi manakala remaja dimintai persepsinya, mereka akan berpendapat lain. Mereka berbicara ketidak acuhan atau ketidak pedulian orang-orang dewasa terhadap kelompok mereka. Mereka juga berpersepsi bahwa kelompoknya adalah kelompok minoritas yang memiliki dunia sendiri yang sulit dijamah oleh orang tua. Ada juga yang berpersepsi bahwa kelompoknya adalah kelompok yan bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa dan negara.
Luasnya pengaruh perubahan fisik masa remaja juga berpengaruh pada sikap dan tingkah lakunya. Realita menunjukan bahwa perubahan sikap dan tingkah lakunya. Realita menujukan bahwa perubahan sikap dan tingkah lakunya saat itu lebih merupakan akibat dari perubahan sosial dari pada akibat perubahan kelenjar yang berpengaruh pada keseimbangan tubuh. Bila orangtua, kakak-adik, guru-guru, dan teman-teman kurang memberikan pengertian dan simpati pada anak remaja yang harapan-harapan sosialnya begitu besar, akibat psikologis yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan fisik itu semakin besar.
Sering kali anak remaja kontradiksi dengan orang-orang disekitarnya, seperti enggan bekerja sama, membantah dan menentang. Antara dua jenis seks yang berlainan sering terjadi permusuhan terang-teranganyang di aplikasikan dalam bentuk kritikdan komentar yang menjatuhkan. Akan tetapi dia akan kembali menjadi lebih ramah, lebih bekerja sama, dan lebih sabar menghadapi orang lain seiring dengan perkembangan masa remaja. Penyimpangan saat proses kematangan seksual termasuk salah satu bahaya psikologis masa remaja yang paling serius. Seperti halnya tahun-tahun ahkir masa kanak-kanak, sulit bagi anak remaja untuk menerima hal-hal yang membuatnya berbeda dan mengakibatkanya merasa rendah diri. Thomas berpendapat ”Anak ini tidak saja bebeda dari teman-temanya sehingga mudah diasingkan, tetapi dia juga mengalami kesulitan dalam kegiatan akademik, sosial dan fisik yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kemampuanya yang unik. Pengalaman ini  hanya akan semakin memperbesar perasaan berbeda”.
Meskipun setiap periode memiliki masalah sendiri, masalah masa remaja termasuk masalah yang sulit diatasi, baik oleh anak-laki-laki maupun anak perempuan. Alasanya, sebagian masalah yang terjadi selama masa anak-anak diselesaikan orangtua dan guru-guru, sehingga mayoritas remaja tidak berpengalaman dalam mengatasinya. Sebagian remaja sudah merasa mandiri sehingga menolak bantuan orang tua dan guru-guru. Dia ingin mengatasi masalahnya sendiri.
B.     Rumusan Masalah
  1. Pengertian Remaja
  2. Minat Pada Remaja
  3. Lemahnya Kesadaran Beragama



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Remaja
Remaja berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1991:206). Sedangkan Piaget dalam Hurlock (1991:206) menyatakan secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Dalam Monk,s (1991, dalam Sugeng Hariyadi, 1999:6) menegaskan bahwa remaja tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau orang tua. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dalam periode anak-anak ke periode dewasa (Irwanto, 1991:46).
Sedangkan WHO (dalam Sunarto, 2002:54, dikutip dari Muangman dalam sarlito, 1991:9) memberikan batasan remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan dimana:
a)      Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan sosial.
b)      Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c)      Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Batasan usia remaja sangat bervariasi. Hurlock (1964) dalam Sunarto (2002:57) memberikan batas rentang usia remaja antara 13-21 tahuan, yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu usia remaja awal 13-17 tahun, dan usia remaja akhir 17-21 tahun. Sedangkan Bigot, Kohnstam dan Palland mengemukakan bahwa masa remaja rentang antara usia 18-21 tahun, sedangkan WHO menetapkan batasan usia 19-20 tahun sebagai masa remaja. WHO menyatakan bahwa usia tersebut berdasarkan usia kesuburan (fertilitas) pada wanita, batasan terbut juga berlaku untuk remaja pria. WHO membagi 2 bagian usia remaja awal 10-14 tahun, dan remaja akhir 15-20 tahun.
Banyak hal yang terjadi selama rentang masa remaja, baik ketika masa awal, yaitu kematangan secara seksual dan masa ahkir saat mencapai usia matang secara hukum. Seperti perubahan tingkah laku, sikap dan nilai-nilai yang tidak hanya mengindikasikan perubahan yang lebih cepat pada awal masa remaja dari pada tahapahkir masa remaja, tetapi juga mengindikasikan tingkah laku sikap dan nilai-nilai pada awal masa remaja. Atasa dasar itulah, munculnya pembagian secara umum. Awal masa remaja dan ahkir masa remaja merupakan alternatif yang dianggap mudah untuk menentukan dan memahami apa saja yang terjadi pada masa itu.
Sebagai contoh pada usia 17 tahun yang menjadi garis pemisah antara awal masa dan ahkir masa remaja, saat remaja duduk di bangku sekolah menengahtingkat atas, orang tua menganggap hampir dewasa dan menjelang masuk kedunia kerja orang dewasa,  melanjutkan ke perguruan tinggi, atau menerima pelatihan kerja tertentu. Pada usia itu, remaja juga disadarkan olehstatus di sekolah, perannya dirumah dan masyarakat, yang membutnya belajar bertanggung jawab sehingga memotivasinya menjadi lebih matang.
B.     Minat Pada Remaja
Hurlock mencatat bahwa tidak ada minat remaja yang bersifat universal, karena minat remaja bergantung pada seks, intelegensi, lingkungan terapan dia hidup, kesempatan untuk mengembangkan minat, minat teman-teman sebaya. Status dalam kelompok sosial, kemampuan bawaan, minat keluarga dan faktor lainya.
Sepanjang masa remaja, minat yang dibawa dari masa kanak-kanak cenderung berkurang dan diganti oleh minat yang lebih matang. Hal ini karena remaja ahkir memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan waktu yang dimilikinya untuk dirinya sendiri pun berkurang sehingga harus membatasi minatnya, terutama di bidang hiburan.
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhinya. Howard Bell dan Ros berdasarkan penelitiannya terhadap 13.000 remaja di Maryland terungkap hasil sebagai berikut :
a)      Remaja yang taat (kegereja secara teratur 45%)
b)      Remaja yang sesekali dan tidak sama sekali 35%
c)      Minat terhadap ekonomi, keuangan, materil, dan sukse pribadi 73%
d)      Minat terhadap maslah ideal, keagamaan dan social 21%
Pandangan para remaja terhadap agama, ibadah dan masalah doa sebagaiman yang telah dikumpulkan oleh ross dan Oskar Kupky menunjukan :
a)      148 sisw dinyatakan bahwa 20 diantaranya tidak memilkipengalaman terhadap agama sedangkan sisanya 128 mempunyai pengalam keagamaan  yang 68 diantaranya secara alami (tidak melalui pengajaran secara resmi)
b)      31 orang diantara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses Alami itu mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang menabjukan  dibalik keindahan alam yang mereka nikmati.
Pandanga mereka tentang ibadah atau sembahyang siungkapkan sebagai berikut :
a)      42% tak pernah mengerjkan ibadah sama sekali
b)      33% mengatakan mereka sembahyang dan yakin terhadap tuhan dan akan mengabulkan doa mereka
c)      27% beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita
d)      18% mengatakan bahwa sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menuikannya.
e)      11% mengatakan bahwa sembahyang mengingatkan tanggung jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat.
f)       4% mengatakan sembahyang merupakan kebiasaaan yang mengandung arti yang penting.
Jadi hanya 17% yang mengatkan bahwa sembahyang itu bermanfaat untuk berkomuniksai dengan tuhan, sedangkan hanya 26% menganggap sembahyang sebagai media untuk meditasi.
Selain itu, mayoritas remaja memperoleh nilai yang berbeda dan yang lebih matang. Hal ini  tampak dalam berahlihnya penekanan pada minat yang berbeda. Minat yang pada awal masa remaja dianggap sangat penting, seperti minat pada pakaian dan penampilan, pada masa remaja ahkir menjadi kurang penting, sebab mereka lebih berminat pada masalah karier. Pengalaman juga membantu mereka untuk menilai minatnya secara lebih kritis dan mengetahui mana yang benar-benar penting. Penilaian kritis ini menjadikan remaja yang lebih besar memiliki minat yang stabil dan menghantarkanya pada gerbang kedewasaan. Terdapat banyak minat remaja, tetapi ada minat-minat yang bersifat umum, seperti minat rekreasi, minat sosial, minat pribadi, minat terhadap pendidikan, minat terhadap pekerjaan, minat terhadap agama dan minat terhadap hal simbolik.
Minat yang terkuat adalah minat pada diri sendiri. Alasanya mereka menyadari bahwa dukungan sosial sangat dipengaruhi oleh penampilan dan kesadaran bahwa kelompok sosial menilai dirinya berdasarkan benda-benda yang dimiliki, kemandirian, sekolah, keanggotaan sosial dan banyaknya uang yang dibelanjakan. Semuanya dianggap sebagai simbol-simbol yang bisa menjadikan wibawa remaja terangkat diantara teman-teman sebayanya dan besarnya kesempatan untuk meraih dukungan sosial yang lebih besar dari mereka.
C.     Lemahnya Kesadaran Beragama
Pengertian kesadaran beragama dalam makalah ini meliputi rasa keagamaan, pengalaman Buddha Dhamma, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan, yang terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadiaan. Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa-raga manusia, maka kesadaran beragama pun mencangkup aspek-aspek afektif, konatif, kognitif dan motorik. Keterlibatan fungsi afektif dan konatif terlihat di dalam pengalaman ke-Tuhanan, rasa keagamaan dan kerinduan kepada Tuhan. Aspek kognitif nampak dalam keimanan dan kepercayaan. Sedangkan keterlibatan fungsi motorik nampak dalam perbuatan dan gerakan tingkah laku keagamaan. Dalam kehidupan sehari-hari, aspek-aspek tersebut sukar dipisah-pisahkan karena merupakan suatu sistem kesadararan beragama yang utuh dalam kepribadiaan seseorang.
Penggambaran tentang kemantapan kesadaran beragama tidak dapat terlepas kriteria kematangan kepribadian. Kesadaran beragama yang mantap hanya tedapat pada orang yang memiliki kepribadian yang matang. Akan tetapi kepribadian yang matang belum tentu disartai kesadaran beragama yang mantap. Seseorang yang tidak beragama (atheis) mungkin saja memiliki kepribadian yang matang walaupun ia tidak memiliki kesadaran beragama. Sebaliknya sukar untuk dibayangkan adannya kesadaran beragama yang mantap pada kepribadian yang belum matang. Kemantapan kesadaran beragama merupakan dinamisator, warna, dan corak serta memperkarya kepribadian seseorang.
Kepribadian yang menyakut salah tafsir dan jenis kelamin, bagi seorang yang mempunyai kepribadian introvert, maka kegagalan dalam mendapatkan pertolongan tuhan akan menyebabkan salah tafsir akan sifat tuhan yang maha asih dan penyayang. Perbedaan jenis kelamin dan kematangan merupakan pula factor yang menentuhkan dalam keraguan agama. Wanita yang lebih matang dalam perkembangn nya lebih cepat menunjukan keraguan keraguan dari pad remaja pria, tetapai sebaliknya dalam kualitas dan kuantitas keraguan remaja putriu lebih kecil jumlahnya, disamping itu keraguan wanita bersifat alami dan pria bersifat intelek.
Selaras dengan jiwa remaja yang berada dalam transisi dari masa anak-anak menuju kedewasaan, maka kesadaran beragama pada masa remaja berada dalam keadaan peralihan dari kehidupan beragama anak-anak menuju kemantapan beragama. Disamping keadaanya jiwanya yang labil dan mengalami kegoncangan, daya pemikiran yang abstrak, logik dan kritik mulai berkembang. Emosinya semakin berkembang, motivasinya mulai otonom dan tidak dikendalikan oleh dorongan biologis semata.
Keadaan jiwa remaja yang demikian itu nampak pula dalam dalam kehidupan agama yang mudah goyah, timbul kebimbangan, kerisauaan dan konflik batin. Di samping itu remaja mulai menemukan pengalaman dan penghayatan yang bersifat indiividual dan sukar digambarkan kepada orang lain seperti dalam pertobatan. Kepercayaannya mulai otonom, hubungannya dengan tuhan makin disertai kesadaran dan kegiatannya dalam bermasyarakat makin diwaranai oleh rasa keagamaan.
Perpecahan dan kegoncangan kepribadian yang dialami remaja terlihat pula dala lapangan peribadatan. Ibadahnnya secara berganti-ganti ditentukan oleh sikap terhadap dunia dalam dirinya sendiri. Keseimbangan jasmaniah yang terganggu menyebabkan ketidaktenagan  pada diri remaja. Ia serin tidak tahu sendiri, apa kemauannya. Kalau hari ini ia ingin kebaktian dengan hikmah, besoknya ia tidak kebaktian lagi. Tetapi dapat pula remaja menjadi orang yang menghindari peribadatan. Ia menolak pengikatan norma-norma agama, menolak keharusan-keharusan agama, malahan ingin mencoba melanggar larangan agama.
Jadi sering terlihat kesibukan beribadah yang berlebihan yang mudah berubah menjadi sikap acuh tak acuh terhadap ibadah. Di samping keinginan yang kuat untuk beribadah, terlihat pula keinginan yang besar untuk mengalami bermacam-macam hal, termasuk pengalaman keagamaan. Dalam sistem mental kesadaran beragama tercangkup pula kesadaran akan noram-norma agama. Norma-norma yang sampai saat sekian jauh ini diambil alih tanpa kritik dari orang dewasa mulai diragukan, sedsangkan norma-norma baru belum terbentuk.
Hal ini dapat menimbulakan disorientasi norma dan menimbulkan usaha penghayatan terhadap norma-norma agama. Ia berusaha mencari-cari pegangan baru yang lebih mendasar dan lebih mantap. Nilai-nilai pribadi dan hati nuraninya mengalami pembaruan, restrukturalisasi dan pematangan. Walaupun moral dan agama tidaklah identik, tapi keduanya berhubungan erat.




BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja, sebenarnya banyak tergantung  dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik yang terjadi didalam diri , usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan, remaja memilki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya, secara fisik remaja yang mengalami pertumbuhan pesat, dan sudah menyamai fisikorabg dewasa namun pesatnya pertumbuhan fisik itu belum di imbangi secara setara oleh perkembangan psikologi. Setidaknya bimbingan agama bagi para remaja perlu dirumuskandengan berorientasi pada pendekatan psikologis perkembangan yang serasi dengan karakteristik yang dimilki oleh remaja, dengan demikian nilairemaja tidak hanya lagi pada terbatas pada informasi ajaran yang bersifat normative  dan hitam putih, ajaran agam tidk hanya menampilkan dosa dan pahala, atau sorga dan neraka, apupun sikap dan ganjaran.
B.     Saran
Memberikan pengertian dan bimbingan kepada remaja akan pentingnya agama dengan cara memberi kepercayaan para remaja dalam kegiatan keagamaan seperti halnya remaja di beri kepercayaan dalam ikut serta menjadi pemimpin dalam puja bakti di vihara masing-masing dan juga di ikut sertakan dalam kegiatan memperingati hari-hari besar keagamaan, yang sifatnya menuntut tanggung jawab bagi remaja, sehingga dengan rasa tanggung jawab yang di berikan remaja akan senang dalam menjalaninya.



DAFTAR PUSTAKA

Jalaludin, 2001. Psikologi Agama. PT Raja Grafindo Jakarta: jakarta.
L. Zulkifli, 2005. Psikologi Pekembangan. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Aziz Ahyadi, Abdul, 2005. Psikologi Agama. Sinar Baru Algensindo Offset, Bandung.
Al-Mighwar, Muhamad, 2006. Psikologi Remaja. CV Pustaka Setiya, Bandung.
Muhhamad AL-Mighwar,M.Ag. 2006.  Psikologi remaja. PT. Pustaka,  Bandung.

1 komentar:

  1. Blog yang bagus... semoga terus berkembang...
    Saya ingin berbagi article tentang Tokyo di Kuil Asakusa di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/04/tokyo-di-kuil-asakusa_4.html
    Lihat juga video di youtube https://youtu.be/d6--zCYR8fY

    BalasHapus